Rabu, 02 Juli 2014
Selasa, 01 Juli 2014
Marhaban Ya Ramadhan
Posted by Unknown
On 01.20
Sudah empat tahun tidak terasa. Viking Goalpara Sukabumi (VGS) terus
berusaha menemani bobotoh sekalian. Dalam perjalanannya pasti tidak selalu mulus dan
banyak hal yang mungkin kuran berkenan bagi bobotoh sekalian. Oleh karena
itu….dalam artikel ini VGS ingin mengucapkan minta maaf yang
sebesar-besarnya….
Yup…menjelang bulan suci Ramadhan 1435H, perkenankanlah kami keluarga besar VGS memohon maaf
yang sebesar-besarnya. Semoga kita selalu diberi kesehatan, keimanan,
kekhusukan serta ketaqwaan dalam menjalankan ibadah puasa. Akhir
kata….mari lupakan sejenak perseteruan. Saling
berpegangan tangan dan menjunjung tinggi rasa brotherhood. Sekali lagi, VGS ucapkan selamat menjalankan ibadah puasa bagi seluruh umat muslim
yang menjalankannya. Marhaban ya Ramadhan 1435H…..(salam VGS)
Senin, 30 Juni 2014
Sejarah Viking Persib Club
Posted by Unknown
On 20.14
Bermula
saat sekelompok bobotoh fanatik PERSIB yang biasa“menghuni” tribun
selatan mencetuskan ide untuk menjawab totalitas “sang idola” PERSIB
Bandung di lapangan dengan sebuah totalitas dalam memberi dukungan, maka
setelah melalui beberapa kali pertemuan yang cukup alot dan memakan
waktu, akhirnya terbentuklah sebuah kesepakatan bersama. Tepatnya pada
Tanggal 17 Juli 1993, disebuah rumah dibahu jalan Kancra no. 34,
diikrarkanlah sebuah kelompok Bobotoh dengan nama VIKING PERSIB CLUB..
Adapun pelopor dari pendiriannya antara lain ; Ayi Beutik, Heru Joko,
Dodi “Pesa” Rokhdian, Hendra Bule, dan Aris Primat dengan dihadiri oleh
beberapa Pioner Viking Persib Club lainnya, yang hingga kini masih tetap
aktif dalam kepengurusan Viking Persib Club. Nama VIKING diambil dari
nama sebuah suku bangsa yang mendiami kawasan skandinavia di Eropa
Utara. Suku bangsa tersebut dikenal dengan sifat yang keras, berani,
gigih, solid, patriotis, berjiwa penakluk, pantang menyerah, serta
senang menjelajah. Karakter dan semangat itulah yang mendasari
“Pengadopsian” nama VIKING kedalam nama kelompok yang telah dibentuk.
Secara demonstratif, Viking Persib Club pertama kali mulai menunjukan
eksistensinya pada Liga Indonesia I — tahun 1993, yang digemborkan
sebagai kompetisi semi professional pertama di Tanah Air kita. Slogan
“PERSIB SANG PENAKLUK” begitu dominan terlihat pada salah satu atribut
yang dipakai anggotanya. Viking dimasa ini masihlah sangat tradisional
dan belum menunjukkan geliat sebagai sebuah organisasi yang utuh secara
profesional, bahkan pada awalnya mereka tidak mempunyai homebase dan
menjadikan halaman sekretariat PERSIB di Jalan gurame sebagai tempat
berkumpul. Seiring waktu kehadiran mereka yang merajai tribun selatan
pun mulai dikenal dan diakrabi bobotoh, banyak pula yang berminat untuk
menjadi bagian dari Viking, pendaftaran anggota pun mulai dibuka lebar.
Periode 1999-2004
Diperiode
ini, Viking mengalami penambahan anggota yang cukup signifikan, bahkan
karena saking banyaknya anggota maka para pimpinan Viking pun merasa
bahwa tribun selatan sudah tak mampu lagi menampung jumlah anggota yang
rutin menyaksikan pertandingan PERSIB secara langsung di Siliwangi,
akhirnya tribun timur pun menjadi pilihan, terhitung sejak liga
Indonesia VI, Viking mulai “hijrah” ke tribun timur dan menunjukkan
eksistensi serta dukungan dari tribun dengan “view” yang lebih nyaman
dan kapasatitas tempat duduk lebih besar.
Diperiode
ini pulalah, tepatnya medio 2002-2003, Viking mengalami sebuah momentum
penting saat Yudi Baduy sang sekretaris umum mulai sibuk dengan
rutinitas dan pekerjaannya sehingga Viking membutuhkan darah segar untuk
tetap menjaga dinamika roda organisasi, dan masuklah Budhi Bram,
keterlibatannya bersama Viking dimulai saat yang bersangkutan menggarap
album Kompilasi yang pertama. Seiring waktu, akhirnya Budhi Bram resmi
menjabat sebagai sekretaris umum Viking yang baru.
Pada
masa ini pulalah Viking yang tetap di pimpin oleh dwitunggal Herru Joko
sang ketua umum dan Sang Panglima,Ayi Beutik mulai tumbuh sebagai
organisasi yang sesungguhnya, seluruh potensi organisasi pun terus
dioptimalkan untuk mendatangkan manfaat bagi PERSIB dan Viking sendiri.
Viking dengan jumlah anggotanya yang mencapai ribuan orang mulai dilirik
oleh berbagai perusahaan dan menjalin beberapa kerjasama dalam
event-event besar. Tercatat berbagai perusahaan, mulai dari rokok,
selular hingga clothing pernah menjalin kerjasama dengan Viking Persib
Club.
lama
kelamaan aksi Viking tak hanya sekedar bersorak di stadion, namun
aktivitasnya mulai menyentuh berbagai aspek kehidupan, seperti bakti
sosial, sunatan masal, kompetisi-kompetisi kreatif dll. Dimasa ini
pulalah Viking mulai menjalin simpul-simpul signifikan dengan
pihak-pihak yang strategis, seperti walikota Bandung dll.
Periode 2005-2009
Dimasa
ini Viking semakin mapan dan dewasa, bahkan sisi komersil pun mulai
teroptimalkan secara elegan. Lihat saja kelahiran Viking Persib fanshop
yang bergerak dibisnis properti supporter, ataupun album digital dan
bisnis RBT serta website resmi www.vikingpersib-club.com yang digarap
oleh Viking, semakin menunjukkan ke-profesionalan organisasi ini. Jangan
lupakan pula kehadiran PERSIB magz yang fenomenal dan sempat mewarnai
dunia media soporter ditanah air dan berganti nama menjadi majalah
Idealisme Viking Persib Club
Viking
Persib Club adalah sebuah kelompok bukanlah organisasi atau fans club
dengan segala aturan-aturan formal yang mengikatnya. Setiap anggota atau
Vikers adalah bagian dari sebuah “Keluarga”, Dan layaknya sebuah
Keluarga, keberagaman sifat dan tingkah laku yang berada didalamnya
adalah merupakan sesuatu hal yang lumrah, dan Viking akan selalu
berusaha untuk mengakomodir keberagaman tersebut.
Kelompok
Suporter dapat dikatakan sebagai kelompok sosial, karena didalamnya
terdapat sekumpulan individu yang berinteraksi secara bersama-sama serta
memiliki kesadaran keanggotaan yang didasarkan oleh kehendak dan
prilaku yang disepakati. Seperti kebanyakan kelompok-kelompok Bobotoh
lainnya yang turut terlahir sama seperti halnya Viking Persib Club,
yaitu secara Grass Root (dari arus bawah), maka Viking Persib Club
memiliki cara atau cirri khas dalam menyikapi setiap permasalahan
anggotanya. Hubungan pertemanan dan kekeluargaan yang tulus, erat tanpa
pamrih serta rasa persaudaraan yang tinggi menjadi modal yang kuat bagi
VIKING untuk terus eksis selama beberapa dekade.
Keanggotaan
Viking Persib Club yang semakin besar, jelas menuntut sebuah tanggung
jawab serta pengaturan yang sedemikian rupa secara professional, agar
dapat lebih terukur dari segi pendataan, keuangan, rutinitas maupun
manajerial, yang tentu saja membawa dampak tanggung jawab yang sangat
besar bagi kepengurusan Viking Persib Club. Namun tentu saja semua
formalitas tersebut tidak akan menghilangkan warna, ciri khas serta
karakter Viking Persib Club. “Viking tetaplah Viking! Dia harus
bercirikan kedekatan yang tulus antar anggotanya dan berkarakter sebagai
sebuah keluarga”
Viking
Persib Club murni lahir secara independen berdasarkan inisiatif dari
para Bobotoh dari golongan grass root. Dalam pandangan Viking, supporter
tidak hanya berperan sebagai “tukang sorak” saat menyaksikan dan
mendukung kesebelasan kesayangannya, tetapi peran supporter harus lebih
dari itu! Dia harus menjadi pembangkit semangat saat tim kesayangannya
jatuh bangun menunaikan tugasnya dilapangan. Supporter juga harus
menjadi kekuatan tambahan bagi para pemain dilapangan, intinya,
supporter harus menjadi pemain ke-12! Dan VIKING ingin menjadi pemain
ke-12 bagi PERSIB.
Pada
saat ini, ketika sepakbola sudah menjadi industri, Peranan Bobotoh buat
PERSIB pun menjadi berkembang tidak hanya sebagai objek pelengkap saja.
Bobotoh seharusnya menjadi bagian dari prestasi dan keberhasilan yang
dicapai oleh PERSIB. Berangkat dari sana, Viking Persib Club pun mulai
mengembangkan sayapnya dalam berbagai bentuk aktualisasi diri, mulai
dari peningkatan pengkoordiniran massa dengan dibentuknya “distrik” di
berbagai wilayah pada kantung-kantung Bobotoh, Penjualan Merchandise,
pembuatan album kompilasi Persib, hingga tour organizer yang
menyelenggarakan pemberangkatan rombongan Bobotoh ketika mendukung
PERSIB apabila bermain tandang.
Kepemimpinan & Kepengurusan Viking Persib Club
Sejak
awal berdirinya hingga saat ini, Viking Persib Club diketuai oleh Heru
Joko, dengan Panglima - Ayi Beutik. Pertanyaan yang muncul, Mengapa
harus ada figur panglima? Jawabannya singkat saja, karena Bobotoh
terikat secara emosional, dan mereka mengikatkan diri kepada PERSIB dan
juga kepada sesama pendukung Persib. Kata Panglima disini adalah sosok
“Ibu” dalam keluarga, pengasuh bagi anak-anaknya, sosok yang memimpin
serta melindungi para anggota apabila terjadi sesuatu dilapangan.
Sedangkan jabatan Ketua Umum yang disandang Heru Joko, adalah sebagai
figure kharismatik yang memiliki fungsi politis keluar organisasi atau
kelompok lain. Lain halnya dengan Yoedi Baduy yang menjabat sebagai
Sekretaris Umum, ia mengelola dan mengkoordinir segala bentuk kegiatan
secara administratif. Bisa dikatakan ketiganya adalah pemimpin atau
leader Viking Persib Club, yang tentu saja ditopang oleh
pentolan-pentolan Viking Persib Club yang lainnya, seperti ; Yana Ewok,
Asep “Ucok”, Yana Bool (Mr. Y), Dadan Gareng, Boseng, Odoy, Pesa dan
Hendra Bule.
Dan
yang tak kalah pentingnya lagi, kontribusi Distrik-distrik Viking
Persib Club yang saat ini sudah tersebar diberbagai wilayah , seolah
menjadi elemen penting lainnya bagi pendobrak berkembangnya Viking
Persib Club dewasa ini.Diambil dari : Viking Kerajaan Sukabumi
Sejarah Persib Bandung
Posted by Unknown
On 20.12
Periode 1933 - 1940
Sebelum lahir nama Persib, pada tahun 1923 di Kota Bandung berdiri Bandoeng Inlandsche Voetbal Bond (BIVB). BIVB ini merupakan salah satu organisasi perjuangan kaum nasionalis pada masa itu. Tercatat sebagai Ketua Umum BIVB adalah Syamsudin yang kemudian diteruskan oleh putra pejuang wanita Dewi Sartika, yakni R. Atot.
BIVB kemudian
menghilang dan muncul dua perkumpulan lain bernama Persatuan Sepak bola
Indonesia Bandung (PSIB) dan National Voetball Bond (NVB). Pada 14 Maret
1933 kedua klub itu sepakat melebur dan lahirlah perkumpulan baru yang
bernama Persib yang kemudian memilih Anwar St. Pamoentjak sebagai ketua
umum. Klub- klub yang bergabung ke dalam Persib adalah SIAP, Soenda,
Singgalang, Diana, Matahari, OVU, RAN, HBOM, JOP, MALTA, dan Merapi.
Setelah tampil tiga kali sebagai runner up pada Kompetisi Perserikatan
1933 (Surabaya), 1934 (Bandung), dan 1936 (Solo), Persib mengawali juara
pada Kompetisi 1939 di Solo.
Periode 1941 - 1969
Setelah Indonesia merdeka, pada 1950 digelar Kongres PSSI di Semarang dan Kompetisi Perserikatan. Persib yang pada saat itu dihuni oleh Aang Witarsa, Amung, Andaratna, Ganda, Freddy Timisela, Sundawa, Toha, Leepel, Smith, Jahja, dan Wagiman hanya mampu menjadi runner-up setelah kalah bersaing dengan Persebaya.
Pada tahun 50-an
Aang Witarsa dan Anas menjadi pemain asal Persib pertama yang ditarik
bergabung dengan tim nasional Indonesia untuk bermain di pentas Asian
Games 1950.
Prestasi Persib
kembali meningkat pada 1955-1957. Munculnya nama-nama seperti Aang
Witarsa dan Ade Dana yang menjadi wakil dari Persib di tim nasional
untuk berlaga di Olimpiade Melbourne 1956. Pada ajang itu, tim nasional
Indonesia berhasil menahan imbang Uni Sovyet sehingga memaksa diadakan
pertandingan ulang yang berujung kekalahan telak untuk Indonesia dengan
skor 4-0.
Persib makin
disegani. Pada Kompetisi 1961 tim kebanggaan “Kota Kembang” itu meraih
juara untuk kedua kalinya setelah mengalahkan PSM Ujungpandang. Materi
pemain Persib saat itu adalah Simon Hehanusa, Hermanus, Juju (kiper),
Ishak Udin, Iljas Hadade, Rukma, Fatah Hidayat, Sunarto, Thio Him
Tjhaiang, Ade Dana, Hengki Timisela, Wowo Sunaryo, Nazar, Omo Suratmo,
Pietje Timisela, Suhendar, dll. Karena prestasinya itu, Persib ditunjuk
mewakili PSSI di ajang kejuaraan sepakbola “Piala Aga Khan” di Pakistan
pada 1962. Bintang Persib saat itu juga telah lahir Emen “Guru”
Suwarman.
Setelah itu,
prestasi Persib mengalami pasang surut. Prestasi terbaik Persib di
Kompetisi perserikatan meraih posisi runner up pada 1966 setelah kalah
dari PSM di Jakarta.Periode 1970 - 1985
Pada tahun 70-an, Persib mengalami masa sulit dan miskin gelar. Namun, Max Timisela, yang menempati posisi gelandang menjadi langganan tim nasional. Puncaknya pada Kompetisi Perserikatan 1978-1979, Persib terdegradasi ke Divisi I.
Kondisi itu membuat para pembina Persib berpikir keras untuk melakukan revolusi pembinaan. Dipersiapkanlah tim junior yang ditangani pelatih Marek Janota (Polandia). Kemudian, tim senior diarsiteki Risnandar Soendoro. Gabungan pemain junior dan senior ini membuahkan hasil karena Persib berhasil promosi ke Divisi Utama dengan materi pemain seperti Sobur (kiper), Giantoro, Kosasih B, Adeng Hudaya, Encas Tonif, dll.
Hasil polesan Marek ini lahirlah bintang-bintang Persib seperti Robby Darwis, Adeng Hudaya, Adjat Sudrajat, Suryamin, Dede Iskandar, Boyke Adam, Sobur, Sukowiyono, Iwan Sunarya, dll. Hasil binaan Marek ini membawa Persib lolos ke final bertemu PSMS pada Kompetisi Perserikatan 1982-1983 dan 1984-1985. Dua kali Persib harus puas sebagai runner up setelah kalah adu penalti. Pada final 1984-1985 mencatat rekor penonton karena membeludak hingga pinggir lapangan. Dari kapasitas 100.000 tempat duduk di Stadion Senayan, jumlah penonton yang hadir mencapai 120.000 orang.
Periode 1986 - 1990
Pada tahun 1985 Ateng Wahyudi menjadi ketua umum Persib menggantikan Solihin GP. Harapan yang dinantikan meraih juara kembali akhirnya terwujud. Pada Kompetisi Perserikatan 1986, Persib yang ditangani pelatih Nandar Iskandar meraih juara setelah di final mengalahkan Perseman Manokwari 1-0 melalui gol tunggal Djadjang Nurdjaman, di Stadion Senayan. Materi pemain Persib saat itu masih hasil polesan Marek Janota seperti Sobur, Boyke Adam (kiper), Robby Darwis, Adjat Sudrajat, Sukowiyono, Yana Rodiana, Adeng Hudaya, Sarjono, Iwan Sunarya, Sidik Djafar, dll.
Prestasi Persib masih tergolong stabil. Meski gelar itu lepas ke tangan PSIS pada Kompetisi 1987 dan Persebaya pada 1988, Persib masih berlaga di Senayan. Persib kembali meraih gelar juara pada Kompetisi 1990 setelah mengalahkan Persebaya 2-0 melalui gol bunuh diri Subangkit, dan Dede Rosadi. Saat itu, Persib yang ditangani pelatih Ade Dana dengan asisten Dede Rusli dan Indra Thohir diperkuat: Samai Setiadi (kiper), Robby Darwis, Adeng Hudaya, Ade Mulyono Asep Sumantri, Nyangnyang/Dede Rosadi, Yusuf Bachtiar, Sutiono Lamso, Adjat Sudrajat, Dede Iskandar, Djadjang Nurdjaman.
Periode 1991 - 1994
Pada Kompetisi 1991-1992, Persib gagal mempertahankan gelar setelah kalah 1-2 dari PSM di semifinal, dan 1-2 dari Persebaya pada perebutan tempat ketiga dan keempat. Pada tahun 1993 Wahyu Hamijaya dipilih menjadi ketua umum Persib menggantikan Ateng Wahyudi. Pada kompetisi penutup Perserikatan 1993-1994 Persib meraih gelar juara setelah di final mengalahkan PSM 2-0 melalui gol Yudi Guntara dan Sutiono Lamso. Persib pun berhak membawa pulang Piala Presiden untuk selamanya karena kompetisi berikutnya berubah nama menjadi Liga Indonesia, yang pesertanya dari Galatama dan Perserikatan.
Saat merebut gelar juara Kompetisi Perserikatan terakhir, trio pelatih yang menangani Persib adalah Indra Thohir, Djadjang Nurdjaman, dan Emen “Guru” Suwarman. Materi pemainnya, yakni Aris Rinaldi (kiper), Robby Darwis, Roy Darwis, Yadi Mulyadi, Dede Iskandar, Nandang Kurnaedi, Yusuf Bachtiar, Asep Kustiana, Sutiono Lamso, Kekey Zakaria, Yudi Guntara.
Persib kembali mencatatkan namanya dalam sejarah kompetisi Liga Indonesia. Persib berhasil mencapai final dan menggengam trofi juara dengan menaklukkan Petrokimia Putra dihadapan lebih kurang 80.000 penonton di partai final dengan skor 1-0 melalui gol Sutiono Lamso pada menit ke-76. Sorai-sorai pun bergemuruh di Stadion Utama Senayan Jakarta. Saat itu, Persib ditangani trio pelatih Indra Thohir, Djadjang Nurdjaman, Emen “Guru” Suwarman. Persib menggunakan formasi 3-5-2 dengan materi pemain adalah Anwar Sanusi (kiper), Robby Darwis, Yadi Mulyadi, Mulyana (belakang). Dede Iskandar (kanan), Nandang Kurnaedi (kiri), Asep “Munir” Kustiana, Yusuf Bachtiar, Yudi Guntara/Asep Sumantri (gelandang), Kekey Zakaria, Sutiono Lamso (depan).
Periode 1995 - 2009
Setelah meraih juara Liga Indonesia I 1994-1995, prestasi Persib mulai menurun. Akan tetapi, dalam kompetisi internasional prestasinya cukup mengesankan karena sempat berlaga sampai perempat final Piala Champion Asia. Namun di tanah air Persib harus merelakan trofi Piala Liga Indonesia jatuh ke tangan saudara se-kota Tim Mastrans Bandung Raya yang akhirnya menjadi juara Liga Indonesia II.
Ternyata perjalanan Persib dalam mengarungi Liga Indonesia tidak berjalan sesuai yang diharapkan. Meski perombakan di tubuh Persib kerap terjadi, belum juga menuai hasil maksimal, bahkan Persib sempat terancam terdepak dari kompetisi Liga Indonesia karena kerap di posisi papan bawah. Pada Liga Indonesia VII/2001 diarsiteki pelatih Indra Thohir dan Deny Syamsudin, Persib bisa lolos ke babak “8 Besar” di Medan, tetapi akhirnya gagal ke semifinal. Pergantian pelatih pun dilakukan termasuk dengan mendatangkan dari Polandia, Marek Andrejz Sledzianowski pada Liga Indonesia IX/2003. Namun, Marek Sledzianowski tidak seberuntung seniornya, Marek Janota. Sledzianowski diganti di tengah jalan karena Persib terseok-seok di papan bawah. Untuk menghindari jurang degradasi, pengurus Persib mendatangkan pelatih asing asal Cile, Juan Antonio Paez. Upaya ini berhasil dan Paez dipertahankan hingga Liga Indonesia X/2004.
Pada Liga Indonesia XI/2005, Indra Thohir kembali dipanggil. Namun, Persib harus puas di peringkat lima. Kompetisi berikutnya, Risnandar Soendoro dipercaya menjadi pelatih. Namun, dia hanya bertahan hingga dua pertandingan awal kandang setelah kalah dari PSIS dan Persiap di Stadion Siliwangi Bandung dan posisinya diganti Arcan Iurie Anatolievici. Pelatih asal Moldova itu kembali dipertahankan untuk menukangi Persib pada Liga Indonesia XIII 2007. Saat itu, Persib sudah diprediksi bakal meraih gelar juara karena pada paruh musim tampil sebagai pemuncak klasemen Wilayah Barat dan memenangkan duel dengan PSM sebagai pemuncak klasemen Wilayah Timur.
Akan tetapi, pada putaran kedua, Persib terpeleset dan prestasinya menurun sehingga menempati peringkat kelima dan gagal lolos ke babak “8 Besar”. Pada Kompetisi Liga Super Indonesia I/2008-2009 untuk kali pertama Persib diracik pelatih dari luar Bandung. Jaya Hartono (Medan), yang membawa Persik Kediri menggondol Piala LI IX/2003 dipanggil untuk meracik Persib. Sayangnya, Persib harus puas menempati peringkat tiga dalam kompetisi yang menggunakan format satu wilayah itu. Pada Liga Super Indonesia II/2009-2010, Persib yang masih ditangani Jaya Hartono kemudian diganti asistennya Robby Darwis pada putaran kedua kompetisi hanya menempati peringkat keempat klasemen akhir.
Diambil dari : Viking Kerajaan Sukabumi
Langganan:
Postingan (Atom)